Rabu, 09 Mei 2012

Inlandsche onderwijzers op de zendingsscholen in het Karoland. De voorste en achterste rij zijn Karo-Bataks. De onderwijzers in het midden zijn Minahassers, behalve No. 4 rechts. Dit is een Bataksche onderwijzer uit Toba.
(Opgenomen door den zendeling E.J. van den Berg.)

Minggu, 06 Mei 2012

Foto en gegevens op een kaart van het Hospitaal Batak Instituut in Kabandjahe. Controleur Mr. Van Liere reikt in het Hospitaal Batak Instituut te Kabandjahe de Kleine Zilveren Ster voor Trouw en Verdienste uit aan N. Baroes, Hoofdvaccinateur in de Karolanden De controleur (Mr.van Liere) reikt aan den Hoofdvaccinateur der Karolanden de kleine zilveren ster van "trouw en verdienste" uit. Naam: N. Baroes. Woonplaats Kaban Djahe (Karolanden S.O.K.)
Orkestra Karo 1914-1918

Sabtu, 05 Mei 2012

Portret van F.R. Kramer, hoofd van de Landbouwkundige Dienst van de Deli Maatschappij

Sabtu, 28 April 2012

PERATURAN POKOK TENTANG KEPEGAWAIAN DI UNIT PELAYANAN GBKP


SURAT KEPUTUSAN
---------------------------------
No. :   0104/VIII-c/2011

PERATURAN POKOK TENTANG KEPEGAWAIAN DI UNIT PELAYANAN GBKP

Menimbang :
  1. Bahwa peraturan kepersonaliaan di lingkungan Moderamen telah ditetapkan pada sidang Sidang Kerja Sinode tahun 2008 dan pada sidang tersebut diusulkan agar peraturan kepersonaliaan terhadap unut-unit pelayanan di GBKP perlu di atur dan ditetapkan
  2. Bahwa selama ini aturan kepersonaliaan di lingkungan unit pelayanan GBKP diatur secara tersendiri tanpa ada peraturan pokok yang ditetapkan oleh Moderamen.
  3. Bahwa untuk ketertiban dan keseragaman dan merupakan payung hukum bagi pimpinan unit-unit pelayanan GBKP dipandang perlu ditetapkan pedoman aturan pokok tentang kepegawaian di lingkungan unit pelayanan GBKP yang ditetapkan dalam suatu peraturan tersendiri.
  4. Bahwa peraturan ini dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kerja dan hubungan kerja antara pimpinan unit dengan pegawai dan sesama pegawai.

Mengingat :
  1. Tata Gereja GBKP BAB VI Pasal 40 dan Pasal 41
  2. Keputusan Sidang Kerja Sinode Tanggal 16 s/d 19 April 2008 BAB VI Bidang personalia Butir 6
  3. Keputusan Sidang Moderamen tanggal 01 Oktober 2009
  4. Keputusan Sidang Program Dan Keuangan tanggal 22-24 Oktober 2009
  5. Peraturan Personalia GBKP ( Pengadaan, Pengangkatan, Penetapan Golongan/Ruang, Gaji dan Studi Lanjut.
  6. Keputusan Sidang Sinode GBKP ke 34 tanggal 11-18 April 2010

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN POKOK TENTANG   KEPEGAWAIAN DI UNIT PELAYANAN GBKP

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini dimaksud dengan :
  1. Gereja Batak Karo Protestan adalah Lembaga Keagamaan yang berbadan hukum merupakan wujud Gereja yang Esa, Kudus dan Am, selanjutnya disebut GBKP.
  2. Moderamen GBKP adalah Badan Pekerja Moderamen/Sinode, Selanjutnya disebut Moderamen.






  1. Personalia adalah orang yang dipekerjakan untuk melakukan suatu pekerjaan dalam suatu Unit Pelayanan tertentu dan bekerja dalam batas waktu yang ditentukan  selanjutnya disebut Pegawai.
  2. Unit Pelayanan GBKP adalah Unit Pelayanan di luar Personalia Moderamen (Pendeta dan Personalia Moderamen termasuk Personalia Klasis)
  3. Pimpinan Unit Pelayanan GBKP adalah Pimpinan yang diangkat/dipilih oleh Moderamen.
  4. Perjanjian Kerja adalah Perjanjian antara Pegawai dengan Pimpinan Unit yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak selanjutnya disebut PK
  5. Surat Perintah Kerja adalah surat yang memuat rincian aturan-aturan pelaksanaan pekerjaan yg harus dilakukan oleh pegawai tidak tetap/penerima kerja dengan mendapat upah yang telah disepakati.
  6. Analisa Kebutuhan adalah suatu kajian yang dilakukan oleh pimpinan unit untuk mengetahui jumlah dan kuwalitas pegawai dalam rangka untuk mencapai daya guna dan hasil guna di unit tersebut.

BAB II
PENGADAAN FORMASI DAN PENERIMAAN PEGAWAI
Bagian Pertama
Pengadaan Formasi
Pasal 2

1)      Untuk memenuhi kebutuhan Pegawai di unit pelayanan GBKP, terlebih dahulu dilakukan analisa kebutuhan melalui rapat Pimpinan Unit Pelayanan GBKP.
2)      Hasil analisa kebutuhan diserahkan ke Moderamen secara tertulis untuk mendapat pertimbangan dan persetujuan.
3)      Pengadaan pengisian formasi pegawai dilakukan pada bulan nopember pada tahun berjalan.
Bagian Kedua
Penerimaan Pegawai
Pasal 3

1)      Moderamen GBKP mengangkat dan menetapkan panitia seleksi dengan unsur pimpinan unit  dan Moderamen GBKP.
2)      Dalam hal melakukan Penerimaan Pegawai diumumkan melalui surat edaran ke klasis-klasis dan atau melalui media GBKP Minimal 1 Bulan sebelum penerimaan dengan mencantumkan persyaratan yang dibutuhkan.
3)      Materi seleksi antara lain seleksi administrasi, tertulis dan wawancara dan atau Psikotes.
4)      Hasil seleksi diumumkan paling lama tiga minggu setelah pelaksanaan seleksi.

Bagian Ketiga
Pengangkatan
Pasal 4

1)      Terhadap Pelamar yang lulus seleksi diangkat menjadi Calon Pegawai dengan masa percobaan tiga bulan dan memperoleh gaji sesuai dengan ketentuan yang berlaku dimasing-masing Unit Pelayanan.
2)      Pengangkatan Calon Pegawai ditetapkan berdasarkan surat keputusan Pimpinan Unit yang bersangkutan.
3)      Selama masa percobaan Calon Pegawai wajib mengikuti orientasi jabatan/pekerjaan yang ditentukan oleh Pimpinan Unit dengan mendapat penghasilan 80% dari gaji pokok.
4)      Jika dalam masa percobaan calon pegawai yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan (tidak lulus) maka yang bersangkutan diberi kesempatan waktu tambahan tiga bulan masa percobaan dan dalam penambahan masa  percobaan dimaksud juga tidak memenuhi persyaratan maka yang bersangkutan tidak dapat diangkat menjadi Pegawai.
5)      Calon Pegawai yang dinyatakan lulus dalam masa percobaab diangkat menjadi pegawai dengan Surat Keputusan Moderamen.
6)      Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Moderamen maka status pegawai tersebut menjadi pegawai tetap dengan memperoleh (100%) ditambah penghasilan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada unit yang bersangkutan

Bagian Keempat
Penempatan
Pasal 5

Penempatan Pegawai yang telah diangkat ditetapkan/diatur oleh Pimpinan Unit yang bersangkutan


BAB III
JENIS-JENIS KEPEGAWAIAN
Pasal6

Jenis-jenis Kepegawaian pada unit pelayanan adalah :
1)      Pegawai adalah mereka yang telah lulus seleksi untuk melakukan pekerjaan-perkerjan yang bersifat rutinitas dan tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan.
2)      Pegawai honor adalah mereka yang dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tertentu dalam jangka waktu tertentu dan menerima honor paling lama satu tahuan.

BAB IV
KEPANGKATAN
Pasal 7

1)      Pegawai  diberi pangkat (Golongan/Ruang) dengan berpedoman kepada aturan kepangkatan Moderamen GBKP.
2)      Pegawai honor tidak diberi kepangkatan, golongan dan ruang.

BAB V
TUGAS POKOK
Pasal 8

Tugas pokok pegawai diatur dan di tetapkan oleh Pimpinan Unit Pelayanan berikut rincian uraian tugas serta dilengkapi dengan struktur organisasi yang ditetapkan dalam suatu surat keputusan pimpinan unit pelayanan.

BAB VI
PENGGAJIAN
Pasal 9

1)      Pegawai memperoleh penghasilan minimal sebesar Upah Minimum Propinsi.
2)      Dalam penggajian minimal memenuhi unsur :
a.       Gaji Pokok
b.      Tunjangan suami/istri
c.       Tunjangan Anak
d.      Tunjangan Beras
e.       Askes
f.       Tunjangan hari tua
g.      Dan tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan unit pelayanan.
3)      Pesangon diberikan kepada pegawai yang telah berakhir masa kerjanya sesuai dengan peraturan yang ada pada Unit yang bersangkutan.

BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN PEGAWAI
Pasal 10

1)      Untuk menetapkan hak dan kewajiban pegawai ditetapkan dalam perjanjian kerja  antara Pimpinan unit pelayanan bersama  pegawai.
2)      Untuk Pegawai Honor dibuat surat perintah kerja secara perseorangan yang isinya mengatur tentang hak dan kewajiban pekerja.

CUTI
Pasal 11

1)      Kepada pegawai yang telah mempunyai masa kerja minimal 1 (satu) tahun dapat diberi cuti tahunan selama 12 (dua belas ) hari kerja
2)      Kepada pegawai yang melahirkan diberikan hak cuti selama 3 (tiga) bulan.


BAB VIII
MUTASI
Pasal 12

  1. Mutasi hanya dapat dilakukan terhadap pegawai dalam rangka kebutuhan, pengembangan, pembinaan dan penyegaran pegawai yang bersangkutan atau kebutuhan unit.
  2. Mutasi dapat dilakukan dalam unit pelayanan, antar unit pelayanan, Moderamen ke Unit Pelayanan dan atau dari unit pelayanan ke Moderamen.
  3. Penggajian pegawai  yang dimutasikan antara unit pelayanan diberlakukan sesuai dengan ketentuan penggajian pada unit yang bersangkutan.
  4. Penggajian pegawai  yang dimutasikan dari Moderamen ke unit pelayanan diberlakukan ketentuan penggajian yang berlaku di unit bersangkutan.
  5. Penggajian pegawai tetap yang dimutasikan dari unit pelayanan ke moderamen diberlakukan ketentuan penggajian yang berlaku di Moderamen.

BAB IX
BERAKHIRNYA MASA KERJA
Pasal 13

1)      Berakhirnya masa kerja disebabkan :
a.       Permintaan sendiri/mengundurkan diri.
b.      Meninggal dunia.
c.       Melakukan tindak pidana yang memiliki kekuatan hukum tetap.
d.      Melakukan pelanggara peraturan di tetapkan dalam unit pelayanan.
e.       Sakit yang berkepanjangan sehingga tidak mampu melaksanakan pekerjaannya selama 9 bulan.
f.       Mencapai usia yang ditetapkan oleh masing-masing unit pelayanan.

2)      Ketentuan dalam pemberian pesangon ditetapkan dalam perjanjian kerja.

BAB X
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 14

Terhadap unut-unit kerja yang mempekerjakan pegawainya sebelum peraturan ini berlaku, peraturan lain tetap berlaku dan selanjutnya menyesuaikan dengan peraturan ini.

BAB XI
Pasal 15

Peraturan Pokok tentang Kepegawaian di Unit Pelayanan GBKP dapat diubah dalam Sidang Kerja Sinode GBK atau sidang Sinode GBKP

BAB XII
PENUTUP
Pasal 16

Dengan ditetapkannya Peraturan Pokok Kepegawaian ini maka peraturan lain yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17
Peraturan ini berlaku sejak tanggal 18 April 2010 pada Sidang Sinode GBKP di Retreat Center GBKP Sukamakmur.


                                                                                                     Kabanjahe, 25 Januari 2011

                                                                                   
MODERAMEN GEREJA BATAK KARO PROTESTAN
Ketua Umum,                                          Sekretaris Umum,




                      (Pdt.M.P.Barus,MTh)                               (Pdt.Simon Tarigan,STh)

Peletakan Batu Pertama YKPC Alpha Omega

Yayasan Kesejahteraan Penyandang Cacat (YKPC) Alpha Omega kemudian didirikan pada tanggal 21 Juli 1988. Tempat para penyandang cacat tersebut didirikan di Kabanjahe. Mereka diajari kerajinan tangan dan berladang. Ketua YKPC Alpha Omega pada saat itu Pdt. Salomo Sitepu, S.Th.

Pentahbisan Gedung Gereja Lau Simomo

Pentahbisan Gedung Gereja Lau Simomo 9 Desember 1923.
Sebahagian dana pembangunan gereja ini adalah dari persembahan para penderita kusta setempat.

Foto Pa Samel


Pada upacara ulang tahun ke-50 Ratu Wilhelmina (31 Agustus 1930), Tuan Controleur menyematkan Bintang "Trouw en Verdienste" kepada Guru Agama Pa Samel pada acara Kebaktian di Gereja Lau Simomo.

Pdt A Ginting Suka

Foto ini diambil sekitar tahun 1973 di ruang rapat NCC , 475 Riverside Drive , Manhattan, New York City. Saat itu Pdt A Ginting Suka bertugas di National Council of Churches USA 1972 sd 1974 untuk melayani berbagai denominasi gereja didaerah Pennsylvania , New Jersey , New York sebagai bagian dari Ecumenical Movement. . (From Alexander Kaliaga)

Foto JH Neumann dan Ny Neumann Bos (Karo Bataksche Zending)


Foto JH Neumann dan Ny Neumann Bos
Aturan untuk mengangkat Pertua (Penatua) disusun oleh Pdt. J.H. Neumann pada tahun 1906 dan tahun 1907 dia menerbitkan Almanak Zending yang disebut Almanak Batak.
Neumann juga menerbitkan Surat ni adat Kalak Kristen yang berisikan tentang aturan tentang batas adat dan kepercayaan animisme. Lalu tugas-tugas Penatua yang lebih banyak diatur kepada tugas pengajaran.
Injil Matius Berbahasa Karo diterbitkan (tahun 1910)
Ressort dusun (Karo Jahe) dipimpin Pdt. J.H. Neumann berkedudukan di Sibolangit
Pdt J.H. Neumann menerbitkan Kisah Para Rasul berbahasa Karo, lalu tahun 1922 menerbitkan buku Tata Bahasa Karo (Schets der Karo Batasche Spraakkunst) dan Kitab Roma berbahasa Karo.
Tahun 1928, Neumann telah selesai menerjemahkan Kitab Perjanjian Baru, tahun 1936 Kitab Mazmur dan tahun 1937 dia memulai pekerjaannya untuk menerjemahkan Kitab Perjanjian Lama yaitu Kitab Kejadian, Ayub dan Yesaya. Kamus bahasa Karo – Belanda (Karo Bataks-Nederlands Woordenboek) yang dicetak tahun 1951 adalah juga hasil pekerjaannya.

Pdt A Ginting Suka (tengah) dan Pdt J Brahmana (kiri)

Pdt A Ginting Suka (tengah) dan Pdt J Brahmana (kiri)

Rumah Penginjil Pertama di Buluhawar, ditahbiskan Agustus 1891

Rumah Penginjil Pertama di Buluhawar, ditahbiskan Agustus 1891

Patung JT Cremer

Patung JT Cremer yg hidup tahun 1847 - 1923 yang menjadi koordinator pemodal tembakau di deli dan pendiri perusahaan kereta api Deli Spoor Maatschappy (sekarang PJKA). Tanggal 16 Nopember 1888 JT Cremer duduk sebagai anggota parlemen serta 1897 diangkat menjadi menteri jajahan. Foto ini tahun 1933 pada acara Jubileum 50 Tahun Deli Planters.

Alat musik yang ditinggalkan Pdt EJ van den Berg

Alat musik yang ditinggalkan Pdt EJ van den Berg di Kabanjahe. Saat ini alat musik tersebut ada di Museum GBKP di Sukamakmur.

Gendang Karo

Gendang Karo dimainkan dalam Sidang Sinode GBKP tahun 1973 di Kabanjahe.
Rumah Pekabar Injil di Kuta Jurung yang ditahbiskan pada bulan Oktober 1910

JH Neumann (Karo Bataksche Zending)

Pdt JH Neumann dan nyonya beserta murid-murid Evangelisten School 24-2-1931 : Ngatas Tarigan, Majek Karo-Karo, Negu Tarigan, Lantas Tarigan, Istepanus, Palem Karo-Karo, Geluh (Th Sibero), Saulus Karo-Karo, Juak Ginting, Keben Tarigan dan Marthin Perangin-angin

H. Guillaume (Karo Bataksche Zending)

Pdt. H. Guillaume lahir pada tahun 1865 di Vlissingen. Ia pernah menjadi militer dengan pangkat Sersan. Dia keluar dari militer karena melihat temannya cedera dan meninggal dunia pada suatu peristiwa. Dia masuk sekolah Missionaris di Jerman yaitu Rheinische Missions Gesellschaft (RMG). Setelah menyelesaikan pendidikan dia ditempatkan di Sibolga tahun 1893. Pada tahun1899 dia diutus ke Tanah Karo.

M. Joustra (Karo Bataksche Zending)

Pdt. M. Joustra berasal dari kota Bolswad daerah Frieshland, ia adalah putra seorang tukang tembaga. Pada usia 15 tahun dia masuk sekolah missionaris di Rotterdam. Ia pernah diskors sebagai siswa sekolah missionaris karena dia lebih menyenangi gerakan pembaharuan teologia modern. Atas bimbingan Pdt. Van der Meulen dan direktur NZG akhirnya dia dikukuhkan menjadi pendeta.

Jan Kornelis Wijngaarden (Karo Bataksche Zending)

Jan Kornelis Wijngaarden lahir pada tanggal 14 Agustus 1865 di Steins, Provinsi Frieshland, Negeri Belanda. Ia didorong oleh Pdt. Brugsma untuk memasuki sekolah Missionaris di Rotterdam. Setelah enam tahun belajar di sekolah missionaris, dia ditahbiskan menjadi Pendeta dan ditempatkan di Pulau Sawu, Indonesia. Tahun 1892, Kantor Pusat NZG di Rotterdam memutuskan dia pindah ke Tanah Karo. Ia meninggal tanggal 21 September 1894 di Medan.

H.C.Kruyt (Karo Bataksche Zending)

Pdt. H.C.Kruyt lahir pada tahun 1862 di Semarang, ia adalah putera Pdt. Jan Kruyt seorang penginjil ternama di Jawa Timur. Kelima saudaranya juga menjadi penginjil atau menikah dengan penginjil. Salah seorang saudaranya bernama Pdt. Albert Kruyt, terkenal dengan ide penginjilan melalui pendekatan sosiologis. Pada usia 11 tahun ia memasuki sekolah Misi NZG di Rotterdam. Pada tahun 1884 dalam umur 22 tahun ia lulus dan segera ditempatkan di Tomohon Sulawesi Utara. Pada bulan April 1889, H.C. Kruyt ditugaskan memberitakan Injil kepada masyarakat Karo di Sumatera Utara. Ia ditemani N. Pontoh seorang pemuda Minahasa yang selama ini membantu mereka di Tomohon. ini adalah foto HC Kruyt dan Ny Willemien Kruyt Light

Jumat, 27 April 2012

Bakal Purba/ Pa Mbelgah Purba (Tulisan Rev. Mehamat Wijaya Tarigan, M.Th.)

          Pada bulan Nopember 1911 Bakal Purba/ Pa Mbelgah Purba (seorang raja di Kabanjahe) dibaptis bersama istri dan anak-anaknya oleh Pdt. E.J. van den Berg. Sebelumnya Pa Mbelgah sudah belajar tentang agama Kristen selama satu tahun. Pdt. E.J. van den Berg yang langsung mengajarinya.  Tidak lama setelah pembaptisannya itu, dia dikeluarkan dari gereja karena Pdt. E.J. van den Berg melarang Bapak dari Mbelgah Purba memakai gendang Karo. Sebagai seorang pemimpin masyarakat, Pa Mbelgah Purba harus memakai gendang Karo dalam acara-acara di tengah-tengah masyarakat Karo.
            Pdt. Anggapen Ginting Suka mengatakan bahwa desa Kabanjahe pada tahun 1900-an berpenduduk mayoritas bermarga Purba dan Sembiring Brahmana. Dua tokoh dari desa itu yaitu Pa Mbelgah/ Bakal Purba dan Pa Pelita Purba. Kedua tokoh ini dikenal sebagai panglima yang memenangkan peperangan antar desa yang sering terjadi pada masa itu. Tapi kemenangan yang diperoleh tidak berdampak pada perluasan daerah kekuasaan, hanya terbatas kepada ketersohoran keperkasaan dalam peperangan.[1]
            Atas kemenangan-kemenangannya maka desa Kabanjahe dan semua marga Purba yang berasal dari desa ini selalu disanjung masyarakat Karo. Menurut Pdt. E.J. van den Berg, marga Purba yang berasal dari kabanjahe merasa dirinya anak raja. Sikap ini menurut Pdt. E.J. van den Berg membuat anak desa Kabanjahe tidak suka pekerjaan yang dianggapnya merendahkan martabatnya sebagai anak raja.[2]
            Atas dorongan Pa Mbelgah kepada Pdt. E.J. van den Berg untuk segera mendirikan sekolah. Dia sendiri menyediakan bambu dan kayu-kayu untuk bangunan dan bangku bangku-bangku sekolah. Keinginan untuk membuka sekolah ini sudah disampaikannya sewaktu Pdt. H.C. Kruyt mengunjungi Kabanjahe pada akhir tahun 1890. Maksud itu barulah tercapai pada akhir tahun 1905.
            Menurut Pdt. E.J. van den Berg, pada awalnya ia tidak berusaha mendekati Pa Mbelgah sebab ia khawatir masyarakat Karo menyamakan dirinya dengan Pa Mbelgah, yaitu tokoh perang. Atas alasan ini Pdt. E.J. van den Berg tidak mengidentifikasikan diri dengan memakai merga Purba tapi merga Sinulingga dan bebere Perangin-angin.[3]
            Merga Sinulingga adalah merga Sibayak Lingga yang pada waktu itu dianggap rakyat Karo sebagai raja utama. Pdt. E.J. van den Berg tidak mengandalkan wibawa raja tersebut untuk pekerjaanya sebagai Zendeling. Ia langsung berbaur dengan masyarakat melalui pembangunan sekolah yang pertama di Kabanjahe pada tahun 1906. Pa Mbelgah meyumbangkan kayu dan bambu untuk sekolah tersebut. Pdt. E.J. van den Berg mengunjungi orang Karo di ladang-ladang mereka seperti dalam acara menabur benih, ngerik (padi dipijak-pijak) atau melepas padi dari tangkainya. Dalam kunjungan-kunjungan tersebut ia dan istrinya membawa ikan sardencis sebagai oleh-oleh. Pendekatan Pdt. E.J. van den Berg terhadap masyarakat Karo tidak melalui tokoh masyarkat yang ada tapi langsung kepada masyarakat umumya yaitu melalui sekolah. Ada 2 Kemungkinan yang dapat dicapai yaitu anak-anak dan orangtuanya.[4]
      Sewaktu Pdt. E.J. van den Berg telah tinggal di Kabanjahe, ia tidak begitu ramah terhadap Sebayak Pa Mbelgah. Ia takut disamakan orang dengan kepanglimaan Pa Mbelgah. Namun Pa Mbelgah turut mengikuti katekisasi selama 2 tahun. Seperti orang Karo lainya Pa Mbelgah juga lebih banyak tertarik pada etika Kristen dari pada isi iman Kristen. Pada upacara setelah pembabtisnnya, ia mengatakan bahwa ia menyesali segala tindakan kekerasan yang telah ia lakukan pada waktu-waktu yang lalu dan ia tidak akan lagi mengulangi perbuatan yang sama sejak pembaptisannya. Ia berjanji untuk mengikuti kehendak Tuhan yang telah dipelajarinya tentang kepercayaan. Ia berkata dalam suatu upacara permulaan merdang (menanam benih), bahwa tidak ada kuasa lain yang membuat padi yang kita taburkan (erdangken) atau tanam bertumbuh baik kecuali oleh Allah yang adalah pencipta dan pemelihara segala sesuatu.[5]
Dengan ungkapan ini, ia telah memahami bahwa Allah itu Esa yang hanya kepadanya hidup kita tergantung. Agaknya ia bersama-sama dengan orang-orang yang dibaptiskan lainnya belum sampai kepada pemahaman tentang kuasa Roh Kudus dan kuasaNya dan tentang penebusan. Tapi suatu hal yang ia tidak dapat hindarkan adalah kebersamaan dengan kerabat dekat ataupun kaum satu desa. Mereka merasa berkewajiban mengadakan ritus-ritus keagamaan demi kesejahteraan mereka seperti ritus perumah begu atau memanggil roh orang sudah mati, upacara erpangir ku lau (ke sungai), upacara pengganti dan lain-lain. Dalam acara keagamaan, orang Karo melakukannya menurut tatanan adat sehingga dalam acara-acara tersebut unsur kekeluargaan secara lengkap harus hadir.[6]
Pa Mbelgah sebagai sibayak dan dan sebagai bagian yang terikat kepada sistem kekeluargaan selalu merasa wajib menghadiri upacara itu. Pada suatu upacara penaburan benih yang diadakan gereja yang juga dihadiri anak-anak desa yang belum beragama, ia berbicara dan mengatakan bahwa hasil ladang bukan oleh roh-roh nenek moyang tapi oleh kuasa Allah saja. Gereja memperingatinya agar ia tidak ikut lagi dalam upacara itu. Tapi ia merasa wajib ikut serta dalam upacara agama yang berproses menurut adat. Akhirnya pada tahun 1913 ia ipedauh atau dijauhkan sementara dari gereja. Pada tahun 1914 kedudukannya di gereja dipulihkan kembali. Tetapi pada tahun 1918 ia kembali dikeluarkan dari gereja (ipedauh) oleh kesalahan yang sama, dan akhirnya ia meninggal dunia pada tahun itu juga. Ia dikuburkan tanpa liturgi gerejawi. Pendeta yang melayani di Kabanjahe sewaktu Pa Mbelgah dikeluarkan dari gereja (ipedauh) pada tahun 1913 – 1915 adalah Pdt. J.P. Talens, sebab Pdt. E.J. van den Berg sedang cuti di tanah Belanda. Gereja bertindak mengeluarkan Pa Mbelgah dari gereja adalah menurut Hukum atau Disiplin Gereja pada saat itu. Tetapi disiplin yang dijalankan adalah disiplin yang belum dimengerti anggota jemaat dan masyarakat .[7]
            Misionaris menganggap bahwa di dalam gendang Karo terdapat unsur kekafiran..[8] Memang misionaris NZG membawa teologia pietisme dari Eropa ke Tanah Karo dan mereka sulit menerima Gendang Karo pada saat itu.[9] Usaha-usaha pekabaran Injil pada saat itu diwarnai oleh teologia Pietisme. Teologia ini lahir di Eropa, pada akhir abad ke-17, sebagai reaksi terhadap situasi dalam gereja-gereja Protestan. Menurut Pietisme, menerima Kristus hanya dapat terjadi melalui pertobatan pribadi, yang menjadi nyata dalam perubahan cara hidup. Peningkatan taraf kehidupan melalui pendidikan dan terutama melalui usaha memperkenalkan Kristus sehingga sebanyak mungkin orang bertobat, ini merupakan jalan untuk memberantas keburukan dalam masyarakat dan gereja. Usaha penerjemahan Alkitab harus dilakukan agar Injil lebih mudah disampaikan bagi penerimanya.[10]
            Usaha pekabaran Injil oleh Pietisme sering mengalami ”Culture Shock” pada waktu mereka tiba di lapangan. Akibatnya mereka sering menganggap kebudayaan setempat biadab dan penuh penyembahan berhala. Akhirnya mereka mendidik masyarakat setempat dengan kebudayaan Barat. Oleh sebab itu masyarakat yang tidak beragama Kristen sering menyebut agama Kristen sebagai agama Belanda. Selain itu warisan kebudayaan dari nenek moyang masyarakat yang beragama Kristen dikorbankan secara radikal. Kebudayaan setempat dianggap ”kafir”.[11] Orang-orang pribumi juga pada akhirnya segan membawa kebudayaan mereka masuk ke dalam gereja.


[1] Pdt. Anggapen Ginting Suka, Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.
[2] Ibid., Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.  
[3] Ibid., Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.  
[4] Ibid., Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.
[5] Ibid., Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.
[6] Ibid., Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.
[7] Ibid., Wawancara, pada hari Sabtu, 19 Juni 2010 jam 10.00 – 13.00 WIB di Jl. Pasar Baru, Medan.
[8] Frank L. Cooley, .Benih Yang Tumbuh 4: GBKP,Jakarta: LPDSGI, .,1976,  hlm. 5
[9] Simon Rae, Breath becomes the wind: old and new in Karo religion, University of Otago Press, 1994, hlm. 94
[10] Christiaan de Jonge, Kontekstualisasi Sebagai Sejarah, Pidato Dies Natalis ke 25 STT Jakarta, Jakarta: STT Jakarta, 1986, hlm. 35
[11] Ibid., hlm. 35